Jumat, 13 November 2015



PERKEMBANGAN JIWA
KEAGAMAAN PADA ANAK, REMAJA DAN DEWASA

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah
Metode Pengembangan Keberagamaan

Dosen Pengampu
  Dr. H. Wawan A Ridwan, MAg.

 


 






Oleh : Opik Taopikurohman
NIM : 14146310044
PAI/A

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2015




KATA PENGANTAR
           
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan  rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ini pada mata kuliah Metode Pengembangan Keberagamaan  dengan judul “Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Anak, Remaja Dan Dewasa  " dengan tepat waktu.
Laporan ini tidak akan selesai tepat waktu tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1.  Dr. H. Wawan A. Ridwan, M,Ag. sebagai dosen Mata kuliah Metode Pengembangan Keberagamaan.  
2. Semua pihak yang turut membantu pembuatan makalah ini yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu.
Tak ada gading yang tak retak. Demikian pula, tak ada karya yang sempurna. Oleh karena itu, penyaji mengharapkan kritik dan saran dari pembahas untuk kemajuan makalah ini di masa mendatang.
Akhir kata, diharapkan makalah ini dapat membuka wawasan mengenai Metode Pengembangan Keberagamaan  serta dapat mengambil hikmah dan manfaat dari makalah ini. Selain itu, penulis berharap melalui pembuatan makalah ini, kita dapat mendiskusikannya dengan sebaik-baiknya.

Penulis

Opik Taopikurohman






PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN
PADA ANAK, REMAJA DAN DEWASA

I.         PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan manusia, yaitu sejak usia bayi hingga mencapai kedewasaan jasmani terjadi proses perkembangan yang progresif. Pertumbuhan fisik berjalan secara cepat hingga mencapai titik puncak perkembangannya, yaitu usia dewasa (22-24 tahun).
Perkembangan selanjutnya adalah kemantapan fisik yang sudah dicapai. Sejak mencapai usia kedewasaan hingga ke usia sekitar 50 tahun, perkembangan fisik manusia boleh dikatakan tidak mengalami perubahan yang banyak. Barulah diatas usia 50 tahun mulai terjadi penurunan perkembangan yang drastic hingga mencapai usia lanjut. Periode ini disebut sebagai periode regresi (penurunan).
Sejalan dengan penurunan tersebut, maka secara psikis terjadi berbagai perubahan pula. Perubahan-perubahan gejala psikis ini ikut mempengaruhi berbagai aspek kejiwaan yang terlihat dari pola  tingkah laku yang diperlihatkan.
Pada tahap kedewasaan awal terlihat krisis psikologi yang dialami oleh karena adanya pertentangan antara kecenderungan untuk mengetatkan hubungan dengan kecenderungan untuk mengisolasi diri. Terlihat kecenderungan untuk berbagi perasaan bertukar pikiran dan memecahkan berbagai problema kehidupan dengan orang lain. Mereka yang menginjak usia ini (sekitar 25-40 tahun) memiliki kecenderungan besar untuk berumah tangga, kehidupan sosial yang lebih luas serta memikirkan masalah-masalah agama yang sejalan dengan latar belakang kehidupannya.
Selajutnya pada tingkat kedewasaan menengah (40-65 th) manusia mencapai puncak periode usia yang paling produktif . Tetapi dalam hubungannya dengan kejiwaan, maka pada usia ini terjadi krisis akibat pertentangan batin antara keinginan untuk bangkit dengan kemunduran diri. Karena itu umumnya pemikiran mereka tertuju pada upaya untuk kepentingan keluarga, masyarakat dan generasi mendatang.
B.    Perumusan Masalah
Dari paparan latar belakang di atas dapat diambil permasalahan sebagai berikut :
1.    Bagaimana teori perkembangan jiwa keagamaan?
2.    Bagaimana perkembangan jiwa keagamaan pada anak?
3.    Bagaimana perkembangan jiwa keagamaan pada remaja?
4.    Bagaimana perkembangan jiwa keagamaan pada orang dewasa?
II.           Pembahasan
A.        Teori Perkembangan Jiwa Keagamaan
Dr. Zakiah Daradjat berpendapat bahwa pada diri manusia itu terdapat kebutuhan pokok. Beliau mengemukakan, bahwa selain dari kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani manusia pun mempunyai suatu kebutuhan akan adanya kebutuhan akan keseimbangan dalam kehidupan jiwanya agar tidak mengalami tekanan.
Unsur-unsur kebutuhan yang dikemukakan yaitu :
1.      Kebutuhan akan rasa kasih sayang; kebutuhan yang menyebabkan manusia mendambakan rasa kasiha. Sebagai pernyataan tersebut dalam bentuk negatifnya dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya : mengeluh, mengadu, menjilat kepada atasan mengambinghitamkan orang dan lain sebagainya.
Akibat dari tidak terpenuhinya kebutuhan ini maka akan timbul gejala psiko-somatis misalnya ; hilang nafsu makan, pesimis, keras kepala, kurang tidur dan lain-lain.
2.      Kebutuhan akan rasa aman; kebutuhan yang mendorong manusi mengharapkan adanya perlindungan. Kehilangan rasa aman ini akan mengakibatkan manusia sering curiga, nakal, mengganggu, membela diri, mengguakan jimat-jimat dan lain-lain. Kenyataan dalam kehidupan ialah adanya kecenderungan manusia mencari perlindungan dari kemungkitan gangguan terhadap dirinya, misalnya: system perdukunan, pertapaan dan lain-lain.
3.       Kebutuhan akan rasa harga diri, kebutuhan yang bersifat individual yang mendoron manusia agar dirinya dihormati dan diakui oleh orang lain. Dalam kenyataan terlihat mislnya; sikap sombong, ngambek, sifat sok tahu dan lain-lain. Kehilangan rasa harga diri ini akan mengakibatkan tekanan batin, misalnya sakit jiwa: delusi dan illusi.
4.      Kebutuhan akan rasa bebas: kebutuhan yang menyebabkan seseorang bertindak secara bebas, untuk mencapai kondisi dan situasi rasa lega.
5.     Kebutuhan akan rasa sukses: kebutuhan manusia yang menyebabkan ia mendambakan rasa keinginan untuk dibina dalam bentuk penghargaan terhadap hasil karyanya. Jika kebutuhan akan rasa sukses ini ditekan, maka seseorang yang mengalami hal tersebut akan kehilangan harga dirinya.
6.      Kebutuhan akan rasa ingin tahu (mengenal); kebutuhan yang menyebabkan manusia selalu meneliti dan menyelidiki sesuatu. Jika kebutuhan ini diabaikan akan mengakibatkan tekanan batin, oleh karena itu kebutuhan ini harus disalurkan untuk memenuhi pemuasan pembinaan pribadinya.
Menurut Dr. Zakiah Darajat selanjutnya gabungan dari keenam macam kebutuhan tersebut menyebabkan orang memerlukan agama. Melalui agama kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat disalurkan. Dengan melaksanakan ajaran agama secara baik maka kebutuhan akan rasa kasih saying, rasa aman, rasa harga diri, rasa bebas, rasa sukses dan rasa ingin tahu akan terpenuhi.

B.       Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Anak
1.    Karakteristik Keagamaan Pada Usia Anak
a. Munculnya jiwa keagamaan anak
Ada beberapa teori timbulnya keagamaan anak, yakni:[1]
1) Rasa ketergantungan. Manusia dilahirkan kedunia ini memiliki empat kebutuhan, yakni keinginan untuk perlindungan (security), keinginan akan pengalamn baru (new experience), keinginan untuk dapat tanggapan (response), keinginan untuk dikenal(recognition).Berdasarkan kenyataan dan kerjasama dari keempat keinginan itu, maka bayi sejak dilahirkan hidup dalam ketergantungan. Melalui pengalaman-pengalamn yang diterimanya darilingkungan itukemidian terbentuklah rasa keagaman pada diri anak.
2) Instink keagamaan. Bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink. Diantaranya instink kagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna. Dengan demikian pendidikan agama perlu diperkenalkan kepada anakjauh sebelum usia 7 tahun. Artinya, jauh sebelum usia tersebut, nilai- nilai keagamaan perlu ditanamkan kepada anak sejak usia dini. Nilai keagamaan itu sendiri bisa berarti perbuatan yang berhubungan antara manusia dengan Tuhan atau hubungan antar sesama manusia.
b.  Perkembangan Agama Pada Anak-Anak
Perkembangan religiusitas pada usia anak memiliki kerakteristiktersendiri. Menurut penelitian ernest harms perkembangan agama pada anak-anak melalui beberapa 3 fase atau tingkatan:[2]
1.        The Fairy Tale Stage ( Tingkat Dongeng ) Tingkatan ini dimulai pada anak usia 3-6 tahun. Pada tingkatan inikonsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke- Tuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan inteleknya. Kehidupan masa ini masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak masih menggunakan konsep fantatis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.
2.    The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak 7-12 tahun. Pada fase ini anak mampu
memahami konsep ketuhanan secara relistik dan kongkrit. Pada masa ini ide keagamaan pada anak didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis.
3.      The Individual Stage (Tingkat Individu) Tingkat
Tingkat ini terjadi pada usia remaja. Situasi jiwa yangmendukung perkembangan rasa keTuhanan pada usia ini adalah kemampuannya untuk berfikir abstrak dan kesensitifan emosinya. Pemahaman keTuhanan padan remaja dapat ditekankan pada makna dan keberadaan Tuhan bagi kehidupan manusia.
c.    Sifat-sifat keagamaan pada anak-anak
Clark merumuskan delapan karakteristik religiusits pada anak, yaitu:[3]
1. Ideas Accepted On Authority. Semua pengetahuan yang dimiliki anak datang dari luar dirinya terutama dari orangtuanya. Semenjak lahir anak sudah terbentuk untuk mau menerima dan terbiasa untuk mentaati apa yang disampaikan orang tua, karena dengan demikian akan menimbulkan rasa senang dan rasa aman dalam dirinya. Maka nilai-nilai agama yang diberikan oleh orangtua atau orangtua pengganti dengan sendirinya akan terekam dan melekat pada anak. dalam hal ini maka orang tua mempunyai otoritas yang kuat untuk membentuk religiusitas anak
2. Unreflective. Anak menerima konsep keagamaan berdasarkan otoritas, maka jarang terdapat anak yang melakukan perenungan (refleksi) terhadap konsep keagamaan yang diterima. Pengetahuan yang masuk pada usia awal dianggap sebagai suatu yang menyenangkan, terutama yang dikemas dalam bentuk cerita olehkarena itu konsep tentang nilai-nilai keagaman dapat sebanyak mungkin diberikan pada usia anak dan sebaiknya disampaikan dalam bentuk cerita.
3.  Egocentric.Mulai usia sekitar satu tahun pada anak terkembang kesadaran tentang keberadaan diri tumbuh egosentrisme, dimana anak melihat lingkungannya dengan berpusat pada kepentingan dirinya. Maka pemahaman religiusitas anak juga didasarkan pada kepentingan diri tentang masalah keagamaan. Oleh karena itu pendidikan agama sebaiknya lebih dikaitkan pada kepentingan anak, misalnya ketaatan ibadah dikaitkan dengan kasih sayang Tuhan terhadap dirinya.
4. Anthropomorphic. Sifat anak yang mengkaitkan keadaan suatu yang abstrak dengan manusia. Dalam hal keTuhanan mak anak mengkaitkan sifat-sifat Tuhan dengan sifat manusia. Hal ini terjadi karena lingkungan anak yang pertama adalah manusia, sehingga manusialah sebagai ukuran bagi suatu yang lain. Oleh karena itu dalam pengenalan sifat-sifat Tuhan kepada anak sebaiknya ditekankan tentang perbedaan sifat antara manusia dan Tuhan.
5.   Verbalized And Ritualistic. Perilaku keagamaan pada anak, baik yang menyangkut ibadah maupun moral, baru bersifat lahiriyah, verbal dan ritual, tanpa keinginan untuk dilakukan dan diajarkan oleh orang dewasa. Akan tetapi bila perilaku keagamaan itu dilakukan dan diajarkan oleh orang dewasa. Akan tetapi bila perilaku keagamaan itu dilakukan secara terus menerus dan penuh minat akan membentuksuatu rutinitas perilaku yang sulit untuk ditinggalkan. Pada waktu anak memasuki usia remaja baru akan muncul keinginan untuk mengetahui makna dan fungsi dari apa yang selama ini dilakukan. Oleh karena itu pendidikan agama perlu menekankan pembiasaan perilaku dan pembentukan minat untuk melakukan perilaku keagamaan.
6.   Imitative. Sifat dasar anak dalam melakukan perilaku sehari-hari adalah menirukan apa yang terserap dari lingkungannya. Demikian juga dalam perilaku keagamaan. Anak mampu memiliki perilaku keagamaan karena menyerap secara terus menerus perilaku keagamaan dari orang-orang terdekatnya, terutama orangtua dan anggota keluarga yang lain. Ditambah dengan daya sugesti dan sikap positif orangtua terhadap perilaku yang telah dilakukan akan memperkuat aktivitas anak dalam berperilaku keagamaan. Oleh karena itu menempatkan anak dalam lingkungan beragama menjadi prasarat terbukanya religiusitas anak.
7.   Spontaneous In Some Respeck. Berbeda dengan sifat imitative anak dalam melakukan perilaku keagamaan, kadang-kadang muncul perhatian secara spontan terhadap masalah keagamaan yang abstrak. Misalnya tentang surga, neraka, tempat Tuhan berada, atau yang lainnya. Keadaan tersebut perlu mendapat perhatian dari orangtua atau pendidik agama, karena dari pertanyaan spontan itulah sebenarnya permulaan munculnya tipe primer pengalaman religiusitas yang dapat berkembang.
8.   Wondering. Ini bukan jenis ketakjuban yang mendorong munculnya pemikiran kreatif dalam arti intelektual, tetapi sejenis takjub yang menimbulkan rasa gembira dan heran terhadap dunia baru yang terbuka didepanya. Suasana ketakjuban dan kegembiraan ini masih dapat terbawa pada usia dewasa, ketika seseorang memproyeksikan ide-idenya mengenai Tuhan dan ciptaan-Nya serta menemukan rasa ketakjuban disana. Pada anak takjub ini dapat menimbulkan ketertarikan pada cerita-cerita keagamaan yang bersifat fantastis, misalnya peristiwa mukjizat pada sejarah Nabi-nabi, serta cerita kehebatan para sahabat dan pahlawan islam.
2.        Anak Usia Dini
Pengertian anak usia dini menurut Slamet Suyanto dimulai dari usia 0-8 tahun.[4] Pada tahap ini anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat baik fisik maupun mental. Sehingga untuk membentuk generasi yang cerdas, beriman, bertakwa, serta berbudi luhur hendaklah dimulai pada fase tersebut.
Hibana S. Rahman juga mengatakan anak usia dini adalah 0-8 tahun [5]yaitu sebagai lompatan perkembangan. Karena itulah masa yang unik, golden age (usia emas) dalam pertumbuhan dan perkembangan. Istilah lain dari anakusia dini adalah fase prasekolah yaitu usia sekitar 2-6 tahun, yaitu ketika anak memiliki cukup pemahaman tentang dirinya.[6]
Sedangkan untuk pengertian anak usia dini yang kami gunakan disiniadalah anak yang berusia 2-6 tahun. Karena pada masa ini anak mulai mengenal benda yang pernah dilihatnya, anak juga mulai berfikir dan mampu memahami konsep yang sederhana.
3.      Taman Kanak-Kanak
Taman kanak-kanak merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan anakusia dini pada jalur pendidika formal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak usia empat tahun sampai enam tahun dan di dalamnya terdapat GAris-Garis Besar Program Kegiatan Belajar (GBPKB), yakni usaha untuk mengetahui secara mendalam tentang perangkat kegiatan yang direncanakan untuk dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu, dalam rangka melaksanakan dasar-dasar bagi pengembangan diri anak usia dini TK.
Tujuan dari TK adalah untuk membantu anak didik mengembangkanpotensi baik fisik maupun psikis yang meliputi moral, nilai-nilai agama, sosial, emosional, kognitif, bahasa, fisik atau motorik, kemandirian, dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar. Adapun tujuan TK yang berkesinambungan dengan pendidikan agam islam adalah untuk membentuk generasi yang islami menuju insan kamil (manusia sempurna).

C.     Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Remaja
Masa remaja adalah masa yang seolah-olah tidak memiliki tempat yang jelas, ia tidak termasuk golongan anak juga tidak termasuk golongan dewasa. Karena remaja belumlah mampu menguasai fungsi fisik maupun psikisnya, oleh karena itu masa remaja biasa kita dengar sebagai masa transisi atau masa peralihan.
Pada sejarahnya posisi remaja berada dalam tempat marginal (Lewin, 1939). Karena untuk dikatakan dewasa membutuhkan banyak persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa dikategorikann dewasa, sehingga remaja lebih mudah dekategorikan sebagai anak daripada dewasa. Kemudian pada abad ke-18 barulah masa remaja dipandang sebagai periode tertentu yang lepas dari periode kanak-kanak. Batasan usia remaja  berkisar antara usia 12-21 tahun, dengan perincian 12-15 tahun msa remaja awal, 15-18 tahun remaja pertengahan, 18-21 tahun masa remaja akhir. [7]
1.        Faktor yang mempengaruhi terhadap perkembangan Keagamaan Remaja
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohani remaja, maka agama pada para remaja dipengaruhi oleh masa Juvenilitas, pubertas, dan nubilitas. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agam dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut. Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.Starbuck adalah:
a.     Pertumbuhan Pikiran dan Mental
                 Ide dan dasar keyakinan beragama yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agam mulai timbul. Selain masalah agama merkapun sudah tertrik dari masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
     Dalam penelitian Allport, Gillesphy, dan young menyatakan bahwa agama yang ajarannya bersifat lebih konservativ lebih banyak ber pengaruh bagi para remaja untuk tetap taat kepada ajaran agamanya. Namun sebaliknya agama yang ajarannya kurang konservatif-dogmatis dan agak liberal akan nudah merangsang pemiikiran pengembangan pikiran dan mental para remaja sehingga mereka banyak meninggalkan agamanya.[8]
b.    Perkembangan Perasaan
                 Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis,  dan estesis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Masa remaja adalah masa kematangan seksual , yang didorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, dan remaja adalah masa-masa yang mudah untuk mesuk dan terjerumus ke arah  tindakan seksual yang negatif.
Dalam penyelidikan yan dilakukan oleh Dr. Kinsey pada tahun 1950an mengungkapkan bahwa 90% dari pemuda Amerika telah mengenal masturbasi, onani, dan homo seksual.
c.     Pertimbangan Sosial
                 Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi akan kepentingan materi, maka para remaja cenderung sifatnya matrealistis.
     Hasil penyelidikan Ernest Harms terhadap 1789 remaja Amerika antara usia 18-29 tahun menunjukan bahwa 70% pemikiran remaja ditujukan bagi kepentingan keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri dan masalah kesenangan pribadi lainnya. Sedangkan masalah masalah akhirat dan keagamaan hanya sekitar 3,6%, dan masalah sosial 5,8%. [9]
d.    Perkembangan Moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga mencakupi:
1.    Self-diretive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
2.    Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3.    Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama
4.    Unnajusted, belom mmeyakini akan keberadaan ajaran agama dan moral.
5.    Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral keagamaan.
e.     Sikap dan Minat
       Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya). Sebagian besar remaja lebih berminat terhadap masalah ekonomi, keuangan, kesuksesan untuk dirinya. Dibandingkan minat mereka terhadap masalah ideal, keagamaan dan sosial.
f.      Ibadah

2.    Pandangan Remaja terhadap Agama
            Pandangan para remaja terhadap ajaran agama (ibadah), mereka hanya menganggap ibadah adalah sebuah media untuk bermeditasi dan sedikit remaja yang mengatakan bahwasanya ibadah adalah alat untuk berkomunikasi terhadap tuhan. Hal tersebut terbukti karena lebih banyaknya remaja yang tidak melaksanakan ibadah dibandingkan remaja yang melaksanakan ibadah secara benar.
            Masalah pokok yang sangat menonjol berkenaan dengan keberagamaan dikalangan para remaja dewasa ini adalah kaburnya nilai-nilai moral dimata generasi muda, mereka dihadapkan pada berbagai kontradiksi dan anekaragam pengalaman moral, yang menyebabkan mereka bingung untuk memilih mana yang  baik untuk mereka.[10]

3.      Basis Penanaman Pendidikan Agama bagi Remaja
a.       Lingkungan Keluarga
Suasana lingkungan keluarga yang kurang mendukung, pertumbuhan dan perkembangan anak atau generasi muda tersebut antara lain terlihat dalam berbagai masalah yang dihadapi oleh orang tua dan juga oleh anak-anak itu sendiri di dalam keluarganya, anatar lain, ialah :
1.      Adanya (gejala-gejala) perselisihan atau pertentangan antara anak
2.      Kurang terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan secara memadai
3.      Kebiasaan-kebiasaan tradisional dan konvensional terutama pada keluarga di lingkungan masyarakat daerah pedesaan.[11]
b.      Lingkungan sekolah
c.      Lingkungan Masyarakat
4.        Pembinaan Pribadi Remaja
Proses pembinaan remaja harus disesuaikan dengan kondisi usia mereka, yakni berkisar (18-24 tahun). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa umur tersebut dapat digolongkan remaja, mereka bukan lagi anak-anak yang dapat dinasihati, dididik, dan diajari dengan mudah dan bukan pula orang dewasa yang dapat dilepaskan untuk bertanggung jawab sendiri atas pembinaan pribadinya.Mereka adalah orang-orang yang sedang berjuang untuk mencapai kedudukan social yang mereka inginkandan bertarung dengan berbagai problematika hidup untuk memastikan diri, serta mencari pegannganu ntuk menetramkan bathin dalam perjuangan hidup yang tak ringan.[12]

D.    Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Masa Dewasa
a.        Karakteristik  jiwa keagamaan  pada Masa Dewasa
Sebagai akhir dari masa remaja adalah masa adolesen, walaupun ada juga yang merumuskan masa adolesen ini kepada masa dewasa, namun demikian dapat disebut bahwa masa adolesen adalah menginjak dewasa yang mereka mempunyai sikap pada umumnya yaitu:
a.          Dapat menentukan pribadinya.
b.          Dapat menggariskan jalan hidupnya.
c.          Bertanggung jawab.
d.         Menghimpun norma-norma sendiri.[13]
Dan saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kematangan jiwa mereka; “Saya hidup dan saya tahu untuk apa,” menggambarkan bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup.[14]Dengan kata lain, orang dewasa berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya.
Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa menjadi tiga bagian, yaitu:
          Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult)
Masa dewasa awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, priode isolasi social, priode komitmen dan masa ketergantungan perubahan nilai-nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.. Kisaran umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun.
         Masa dewasa madya (middle adulthood)
Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai enam puluh tahun. Ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan social antara lain; masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi dan sosial.
         Masa usia lanjut (masa tua/older adult)
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan sosialnya adalah sebagai berikut; perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, perubahan kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi psikologis, perubahan dalam system syaraf dan perubahan penampilan. Dan kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia ini.[15]
b.   Karakteristik sikap keberagamaan pada Orang Dewasa
Pada usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa sudah memahami nilai-nilai yang dipilihnya dan berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya. Orang dewasa sudah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap.
Menurut H. Carl Witherington, diperiode adolesen ini pemilihan terhadap kehidupan mendapat perhatian yang tegas. Sekarang mereka mulai berfikir tentang tanggung jawab social moral, ekonomis, dan keagamaan. Pada masa adolesen anak-anak berusaha untuk mencapai suatu cita-cita yang abstrak. Diusia dewasa biasanya seseorang sudah memliki sifat kepribadian yang stabil.
Kemantapan jiwa orang dewasa ini setidaknya memberikan gambaran tentang bagaimana sikap keberagamaan pada orang dewasa. Mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap system nilai yang dipilihnya, baik yang bersumber dari ajaran agama maupun yang bersumber dari norma-norma lain dalam kehidupan. Pemilihan nilai-nilai tersebut telah didasarkan atas pertimbangan pemikiran yang matang. Berdasarkan hal ini, maka sikap keberagamaan seorang di usia dewasa sulit untuk diubah. Jika pun terjadi perubahan mungkin prose situ terjadi setelah didasarkan atas pertimbangan yang matang.
Dan sebaliknya, jika seorang dewasa memilih nilai yang bersumber dari nilai-nilai non-agama, itu pun akan dipertahankannya sebagai pandangan hidupnya.
Dan jika nilai-nilai agama yang mereka pilih dijadikan pandangan hidup, maka sikap keberagamaan akan terlihat pula dalam pola kehidupan mereka. Sikap keberagamaan seorang dewasa cenderung didasarkan atas pemilihan terhadap ajaran agama yang dapat memberikan kepuasan batin atas dasar pertimbangan akal sehat.
Beragama, bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan.
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki ciri sebagai berikut:
1.      Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2.      Cenderung bersifat realis, sehinggga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3.      Bersikap positif terhadap ajaran dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4.      Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5.      Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
6.      Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7.      Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8.      Terlihat adanya hubungan antar sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan sudah berkembang.[16]

c.     Faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan Orang Dewasa
Dalam rangka menuju kematangan beragama terdapat beberapa hambatan. Karena tingkat kematangan beragama juga merupakan suatu perkembangan individu, hal itu memerlukan waktu, sebab perkembangan kepada kematangan beragama tidak terjadi secara tiba-tiba. Ada dua factor yang menyebabkan adanya hambatan, yaitu:
1.      Faktor diri sendiri
Factor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi dua, yaitu: kapasitas diri dan pengalaman.
Kapasitas ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran itu terlihat perbedaannya antara seseorang yang berkemampuan dan kurang berkemampuan. Mereka yang mampu menerima dengan rasio akan menghayati dan kemudian mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut dengan baik, walaupun yang ia lakukan itu berbada dengan tradisi yang mungkin sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat. Dan sebaliknya, orang yang kurang mampu menerima dengan rasionya, ia akan lebih banyak tergantung pada masyarakat yang ada.
Sedangkan factor pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan stabil dalam mengerjakan aktifitas keagamaan. Namun, mereka yang mempunyai pengalaman sedikit dan sempit, ia akan mengalami berbagai macam kesulitan untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap dan stabil.
2.      Faktor luar
Yang dimaksud dengan factor luar, yaitu beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberikan kesempatan untuk berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari apa yang telah ada. Factor-faktor tersebut antara lain tradisi agama atau pendidikan yang diterima.
Dan William James mengemukakan dua buah factor yang mempengaruhi sikap keagamaan seseorang, yaitu:
a.       Factor intern, terdiri dari:
1)      Temperamen
2)      Gangguan jiwa
3)      Konflik dan keraguan
4)      Jauh dari Tuhan
b.      Factor Ekstern, terdiri dari:
1)      Musibah
2)      kejahatan[17]
d.     Masalah-masalah keberagamaan pada masa Dewasa
Seorang ahli psikologi Lewis Sherril, membagi masalah-masalah keberagamaan pada masa dewasa sebagai berikut :
a.         Masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai kemungkinan pilihan.
b.        Masa dewasa tengah, masalah sentral pada masa ini adalah mencapai pandangan hidup yang matang dan utuh yang dapat menjadi dasar dalam membuat keputusan secara konsisten.
c.         Masa dewasa akhir, ciri utamanya adalah ‘pasrah’. Pada masa ini,minat dan kegiatan kurang beragama. Hidup menjadi kurang rumit dan lebih berpusat pada hal-hal yang sungguh-sungguh berarti. Kesederhanaan lebih sangat menonjol pada usia tua.[18]


















KESIMPULAN
               
Pertumbuhan rasa agama pada anak telah mulai sejak si anak lahir dan bekal itulah yang dibawanya ketika waktu sekolah untuk pertama kali dan pengembangannya ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan.
Seorang yang pada waktu kecilnya tidak pernah mendapatkan didikan agama, pada masa dewasanya seorang anak tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya. Lain halnya dengan orang yang diwaktu kecilnya mempunyai pengalaman agama, maka orang-orang itu akan dengan sendirinya mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut menjalankan larangan-larangan agama dan dapat merasakan betapa nikmat hidup beragama.
Dengan demikian ketaatan kepada ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka yang mereka pelajari dari orang tua, guru dan lingkungan mereka.
Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, fisik maupun psikis. Walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat laten. Potensi bawaan ini memerlukan pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap.
Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami sifat agama pada anak-anak. Sesuai dengan cirri yang mereka miliki, maka sifat agama pada anak-anak tumbuh mengikuti pola ideas concept on outhority, ide keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh factor dari luar diri mereka. Hal tersebut dapat dimengerti karena anak sejak usia muda telah melihat, mempelajari hal-hal yang berada di luar diri mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa-apa yang dikerjakan dan diajarkan orang dewasa dan orang tua mereka tentang sesuatu  yang berhubungan dengan kemaslahatan agama. Orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai dengan prinsip eksplorasi yang mereka miliki. Dengan demikian ketaatan kepada ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka yang mereka pelajari dan para orang tua maupun guru mereka. Bagi mereka sangat mudah untuk menerima ajaran. Banyak teori yang mengemukakan perkembangan agama pada anak atau remaja. Namun, sejatinya sama tujuannya yaitu untuk mendapatkan kebenaran agama yang hakiki.
Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir akan tetapi, kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Yang Maha Kuasa tempat mereka berlindung, dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbagan manusia dilandasi kepercayan beragama. Sikap orang dewasa dalam beragama sangat menonjol jika kebutuaan akan beragama tertanam dalam dirinya.
Kesetabilan hidup seseorang dalam beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang, bukanlah kesetabilan yang statis. Adanya perubahan itu terjadi karena proses pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi yang ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki persepektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Beragama bagi orang dewasa sudah merupakan bagian dari komitmen hidupnya dan bukan sekedar ikut-ikutan. Namun, masih banyak lagi yang menjadi kendala kesempurnaan orang dewasa dalam beragama. Kedewasaan seseorang dalam beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena menganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam hidupnya.























DAFTAR PUSTAKA

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dina Dalam Islam, cet II, Yogyakarta, Pustaka Palajar, ,2000
Jalaluddin, Psikologi Agama; Edisi Revisi 2002,cet. VI, Jakarta ,PT Raja Gravindo Persada, 2002
Susilaningsih, Makalah perkembangan religiusitas pada usia anak, Mata Kuliah Psikolgi Agama, semester V, 2007
Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta, Hikayat, 2005,
Hibana S. Rahman, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta, PGTKI Press, 2002
Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, cet. V, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004
Haditono,F. J. Siti  Rahayu  .Psikologi Perkembangan, Yogyakarta, Gajah Mada University Press. 2006.
Jalaludin, Psikologi Agama. Jakarta, PT Grafindo Persada 2003 .
Syamsul Arifin,Bambang, Psikologi Agama, Bandung,  PustakaSetia,  2008
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2007
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, : Cet. 1, Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2004,







[1]Mansur, Pendidikan Anak Usia Dina Dalam Islam, cet II, (Yogyakarta: Pustaka Palajar, 2007), Hal. 47-48
[2]Jalaluddin, Psikologi Agama; Edisi Revisi 2002,cet. VI, (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 2002), hal.66.
[3] Susilaningsih, Makalah, perkembangan religiusitas pada usia anak, (Mata Kuliah Psikolgi Agama, semester V, 2007), hal. 3-4.
[4] Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Hikayat. 2005), Hal. 6.

[5] Hibana S. Rahman, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: PGTKI Press, 2002), hal. 32
[6] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, cet. V, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal.162.
[7]Prof.  Dr. F. J. Siti  Rahayu  Haditono. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. 2006. Hal, 288
[8] Prof. Dr. H Jalaludin, Psikologi Agama. Jakarta: PT Grafindo Persada 2003 . Hal:74
[9] Ibid . Hal: 76
[10] Bambang SyamsulArifin, Psikologi Agama,bandung, Pustaka Setia, 2008, Hal. 86
[11] Ibid, Hal.89
[12]Ibid, Hal.103
[14]Prof. Dr. H. Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada, 2007), hlm. 105.
[15] Sururin,M.Ag. Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,2004), Cet. 1, hlm. 83.
[16] Prof. Dr. H. Jalaluddin, Ibid, hlm. 108
[17]Sururin,M.Ag., opcit, hlm. 92.
[18] Sururin,M.Ag., ibid, hlm. 83.

Minggu, 28 Desember 2014

Tafsir al-Quran Surat Al-Hasyr, 59: 18

Tafsir al-Quran Surat Al-Hasyr, 59: 18
Teks  Ayat:
يَا أَيُّهَاالَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖوَاتَّقُوااللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Terjemah:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Tafsir Mufradat:
وَلْتَنظُرْ: Hendaklah setiap orang memiliki berkesediaan untuk melakukan evaluasi diri, agar dirinya tahu tentang jati dirinya sendiri.
 قَدَّمَتْ: Apa yang telah berlalu di masa lampau. Yaitu: “perbuatan apa pun yang pernah dilakukannya”.
لِغَدٍ : Untuk kepentingan masa depannya. Baik dalam pengertian duniawi maupun  ukhrawi.

Penjelasan:
Dalam mengupas ayat ini, penulis berpedoman kepada tiga kitab tafsir terkemuka, yakni kitab Tafsîrat-Thabariy, Tafsîr Ibnu Katsîr dan Tafsîr al-Qurthubiy. Ayat ini – secara eksplisit — menyebutkan perintah “bertaqwa” kepada Allah (ittaqûLlâha). Disebutkan dalam Tafsîr ibnu Katsîr bahwa taqwa sendiri diaplikasikan dalam dua hal, menepati aturan Allah dan menjauhkan diri dari laranganNya.Jadi, tidak bisa kita mengatakan “saya telah menegakkan shalat”, setelah itu berbuat maksiat kembali. Karena makna taqwa sendiri saling bersinergi, tidak dapat dipisahkan. Bandingkan dengan penjelasan al-Qurthubiy dalam kitab tafsirnya Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qurân, yang menyatakan bahwa perintah taqwa (pada rangkaian ayat ini) bermakna: “Bertaqwalah pada semua perintah dan larangannya, dengan cara melaksanakan farâidh-Nya (kewajiban-kewajiban) yang dibebankan oleh Allah kepada diri kita — sebagai orang yang beriman — dan menjauhi ma’âshî-Nya(larangan-larangan) Allah, yang secara keseluruhan harus kita tinggalkan dalam seluruh aspek kehidupan kita.
Mengenai pertanyaan: “Apakah kita – selamanya — harus bertaqwa kepada Allah?” Jawabnya: “Tentu saja;dharûriyyan (bahasa Arab), absolutely (bahasa Inggris), tidak boleh tidak!”. Karena kita adalah orang-orang yang beriman, yang memiliki komitmen untuk bertaqwa kepada Allah. Perintah bertaqwa dalam hal ini ditujukan bagi orang-orang yang beriman(Yâ ayyuhâ l-ladzîna âmanû). Sedangkan orang yang belum beriman haruslah beriman terlebih dahulu, untuk kemudian bertaqwa.
Penggalan ayat selanjutnya memunyai makna yang mendalam. Waltanzhur nafsun mâ qaddamatl ighadin. Dan hendaklah seseorang melihat apa yang telah ia perbuat (di masa lalu) untuk hari esok. Dalam Tafsîr at-Thabariy dijabarkan: “Dan hendaklah seseorang melihat apa yang telah diperbuatnya untuk hari Kiamat. Apakah kebajikan yang akan menyelamatkannya, atau kejahatan yang akanmenjerumuskannya?
Kata-kata ‘ghad’ sendiri dalam bahasa Arab berarti “besok”. Beberapa mufassir (pakar tafsir) menyatakan dalam beberapa riwayat: Allah “senantiasa mendekatkan hari kiamat hingga menjadikannya seakan terjadi besok, dan ‘besok’ adalah hari kiamat”.
Ada juga yang mengartikan ‘ghad’ sesuai dengan makna aslinya, yakni besok. Hal inibisa diartikan juga bahwa kita diperintahkan untuk selalu melakukan introspeksi dan perbaikan guna mencapai masa depan yang lebih baik. Melihat masa lalu,yakni untuk dijadikan pelajaran bagi masa depan. Atau juga menjadikan pelajaran masa lalu sebuah investasi besar untuk masa depan.
Dalam kitab Tafsîribnu Katsîr, ayat ini disamakan dengan perkataan hâsibû anfusakum qablaan tuhâsabû. Hisablah (introspeksi) diri kalian sebelum nanti kalian dihisab (di hari akhir).
(WattaqûLlâh) Dan bertaqwalah kepada Allah. Kalimat kedua (wattaqûLlâh) sama dengan pernyataan Allah dalam kalimat pertama ayat ini. Perintah bertaqwa disebutkan dua kali sebagai sebuah bentuk penekanan. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya ketaqwaan kita kepada Allah. Bahkan, perintah bertaqwa juga disebutkan oleh para khatib – secara eksplisit– pada setiap khutbah Jum’at. Al-Qurthubiy menjelaskan bahwa kalimat wattaqûLlâh pada rangkaian yang kedua (dalam ayat ini) memberikan pengertian: “Seandainya rangkaian kalimat pertama (wattaqûLlâh) bisa dipahami sebagai perintah untuk bertaubat terhadap apa pun perbuatan dosa yang pernah kita lakukan, maka pengulangan kalimat wattaqûLlâh pada ayat ini (untuk yang kedua kalinya) memberikan pengertian agar kita berhati-hati terhadap kemungkinan perbuatan maksiat yang bisa terjadi di kemudian hari setelah kita bertaubat, karena setan tidak akan pernah berhenti menggoda diri kita”.
InnaLâha khabîrun bimâta’malûn (sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan), memberikan pengertian bahwa baik dan buruknya perbuatan kita tidak akan pernah lepas dari pengawasan Sang Khaliq(Allah), kapan pun dan di mana pun.
Secara tidaklangsung, ayat ini telah mengajarkan kepada kita suatu hal yang sangat mendasardari Time Management dalam cakupan waktu yang lebih luas. Jika biasanyahanya mencakup kemarin, besok, dan sekarang, dalam ayat ini dibahas waktu didunia dan di akhirat. Karena memang, keterbatasan waktu kita di dunia harusbisa kita manfaatkan semaksimal mungkin untuk mendapatkan tempat yang terbaikdi sisiNya. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang bertaqwa.
Tidak terbatas pada Time Management, tapi juga Life Management. Manajemen hidup sebagai muslim, yang berorientasikan Allah dan hari Akhir. Menjadikan perbuatan di dunia sebagai wasilah (sarana) menuju Allah. Ingat! Tujuan penciptaan kita adalahuntuk beribadah pada Allah. Meski begitu, dalam kesehariannya, kita juga tidak boleh melupakan kedudukan kita di dunia. Keduanya kita jadikan sarana untuk menambah perbendaharaan amal shalih.
Konklusi: “Pesan Moral Ayat Ini”
Pesan-pesan moral yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut adalah mengenai keterbatasan waktu yang kita miliki. Benar, waktu yang kita miliki tidaklah panjang, begitu pun denganmasa hidup kita. Lantas bagaimana kemudian kita menggunakannya dengan baik dan benar? Adalah dengan beramal shalih. Jikalau tidak? Maka pastilah kita akanmerugi. Inna l-insâna lafî  khusrin. Sungguh seluruh manusia berada dalam kerugian. Seperti yang sudah termaktub dalam QS Al-‘Ashr.
Dalam hal ini, Allah memberikan pengecualian kepada orang-orang dengan kriteria tertentu : 1) beriman 2) beramal shalih 3) saling menasihati dalam kebenaran 4) saling menasihati dalam kesabaran). Hal-hal itulah yang harus mendapatkan perhatian utama dalam hidup. Karena, banyak orang yang pada akhirnya lupa pada Allah karena terlena dengan gelimang dunia. Insyâ Allah, hal tersebut akan kita bahas pada tulisan selanjutnya. Kedua hal ini sangat dekat hubungannya, antara waktu dan pemanfaatannya, tujuan hidup kita, dan rintangan-rintangan dalam hidup, dengan mengambil sampel kajian QS al-Ashr.
Tags:

Selasa, 18 November 2014

RINGKASAN KISI-KISI SOAL FIQIH SMT GASAL 2014-2015

KISI-KISI UAS KELAS VIII SMT GANJIL
Sujud syukur dan tilawah

1. pengertian sujud syukur menurut bahasa
2.  cara melaksanakan sujud syukur
3.  menunjukkan dalil yang berkenaan dengan hukum sujud syukur
4.  bacaan suju syukur
5.  hikmah sujud syukur
6. Menyebutkan tiga peristiwa yang menyebabkan rosul dan para sahabat melakukan sujud syukur
7. Menjelaskan pengertian sujud tilawah menurut istilah
8.  menentukan syarat sujud tilawah
9. Menujukkan ayat yang termasuk kepada ayat sajdah
10. Menjelaskan salah satu sebab dilaksanakannya sujud tilawah
11.bacaan sujud tilawah

Ketentuan puasa
12. tentang ketentuan puasa
13. pengertian puasa menurut istilah
14. pelaksanaan Puasa
15. syarat wajib puasa
16. Menunjukkan hadits tentang niat puasa
17. peserta didik dapat menentukan sunnat puasa
18. menunjukan perbuatan-perbuatan makruh waktu berpuasa
19. Peserta didik dapat menyebutkan lima(5)hal yang boleh membatalkan puasa dan wajib mengqadhanya.

Puasa Wajib
20. pengertian puasa wajib
21. macam-macam puasa wajib
22. Menunjukkan dalil tentang kewajiban melaksanakan puasa ramadhan
23. Menjelaskan arti hadits tentang niat puasa
24. Menyebutkan lamanya waktu pelaksanaan puasa Ramadhan
25. Menjelaskan ketentuan awal akhir ramadhan dengan cara istikmal
26. pengertian puasa nadzar
27. Menyebutkan salah satu jenis denda yang tercantum dalam QS. Al- Maidah : 89 tentang kafarat nadzar
28. Menjelaskan salah satu contoh dilaksanakannya puasa kaparat

Puasa Sunat
29. menujukan macam-macam puasa sunat
30. hari-hari yang dilarang berpuasa
31. Menunjukan empat nama bulan Terhormat

Zakat
32. dalil tentang zakat dalam (QS AT-Taubah :103
33. peserta didik dapat Menunjukkan syarat wajib zakat
34. Menyebutkan syarat wajib zakat fitrah
35. Menyebutkan dalil yg memjelaskan tentang orang –orang yang berhak menerima zakat, lengkap dg artinya
36. Menyebutkan waktu yang paling utama membayar zakat fitrah
37. Menentukan besarnya zakat fitrah
38. Menentukan nisob dan zakat kambing
39. menyebutkan harta yang wajib dizakati
40. Menentukan nisob zakat tizaroh (harta perniagaan)
41. menentukan waktu mengeluarkan zakat maal hasil pertanian
42. Menentukan hikmah zakat maal (zakat harta)
43. Menyebutkan perbedaan pengertian nisab dengan haul dalam zakat maal
44. menunjukkan dalil tentang ancaman bagi orang yang enggan membayar zakat.
45. Membedakan antara zakat fitrah dan zakat maal



KISI-KISI UAS KELAS IX SMT GANJIL

Penyembelihan

1. Menunjukan pengertian penyembelihan
2. Menyebutkan salah satu ketentuan menyembelih
3. Disajikan opsi, peserta didik dapat menunjukan syarat-syarat penyembelih

QURBAN
4. Menyebutkan firman Alloh tentang syarat penyembelih (QS Al-Maidah: 5)
5. Menunjukan hal-hal yang disunatkan ketikan menyembelih
6. Disajikan opsi, peserta didik dapat menentukan kewajiban dalam penyembelihan binatang
7. Menjelaskan salah satu cara penyembelihan
8. menjelaskan kesimpulan hadis tersebut: hal yg dimakruhkan ketika menyembelih Qurban
9. Menjelaskan hukum bagi orang yang mampu berqurban tapi tidak berqurban
10. Menyebutkan pengertian qurban istilah
11. Menyebutkan jenis binatang yang bisa dipakai qurban
12. Menentukan syarat binatang yang akan dijadikan Qurban
13. Menjelaskan arti hadits riwayar Al Bukhari (tentang waktu pelaksanaan qurban)
14. Disajikan opsi peserta didik dapat menunjukkan hal-hal yang disunahkan dalam berqurban
15. Menentukan cara pembagian daging qurban sunah

Aqikah
16. Mengidentifikasi pengertian aqiqah menurut bahasa
17. Disajikan cerita, peserta didik menujukan hukum menyembelih hewan untuk aqiqah wajib
18. Menentukan ketentuan aqiqah bagi anak laki-laki
19. Menjelaskan waktu yang paling utama melaksanakan aqiqah
20. Menyebutkan jenis binatang yang syah di pakai aqiqah
21. Disajikan opsi, peserta didik dapat menyebutkan 3 hal yang disunatkan sewaktu aqiqah

Jual Beli
22. Menjelaskan pengertian juaal beli menurut istilah
23. Menyebutkan dalil tentang jual beli QS. Al-baqaarah:275
24. Menunjukkan yang termasuk rukun jual beli
25. Menjelaskan salah satu bentuk jual beli yang sah tapi terlarang
26. Menunjukkan hadits tentang syahnya jual beli atas dasar suka sama suka
27. Disajikan opsi, peserta didik dapat menentukan syarat syah barang yang diperjual belikan
28. Menyebutkan bentuk-bentuk jual beli yang syah tapi terlarang
29. Menunjukkan salah satu bentuk jual beli terlarang
30. Menunjukkan kandungan (QS An- Nisa : 5)

Qirad
31. Mengidentifikasi arti pemberian modal kepada orang lain menurut usul fiqih
32. Disajikan ilustrasi, peserta didik dapat menentukan salah satu contoh qirod dalam bentuk sederhana
33. Menunjukkan hadits tentang qirod
34. Menunjukanhukum melaksanakan qirodh
35. Menjelaskan rukun qirodh
36. Menjelaskan salah satu larangan yang harus diperhatikan bagi yang menjalankan qirodh
37. Menentukan salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari qirod

Riba
38. Mengidentifikasi pengertian riba menurut Istilah
39. Menunjukkan dalil tentang riba (QS Al- Imron:130)
40. Menyebutka macam-macam riba dan artinya
41. Menunjukan akibat orang yang memakan riba
42. Menentukan cara tukar menukar agar tidak menjadi riba
43. Menjelaskan manfaat diharamkannya riba bagi rentenir (pemilik uang)
44. Disajikan hadits-hadits, peserta didik dapat menentukan sabda Rosul tentang larangan melaksanakan Riba

45. Menjelaskan alasan Riba dilarang dalam ajaran islam
Materi Fiqih Kelas VII, VIII. dan IX silahkan buka pada link dibawah ini :
silahkan unduh